Senin, 27 November 2017

Ekspedisi Studi Konsevasi Lingkungan



LAPORAN ILMIAH EKSPEDISI  STUDI 

KONSERVASI LINGKUNGAN (SURILI) 2017






Studi konservasi lingkungan ( SURILI ) merupakan kegiatan tahunan Himpunan Mahasiswa Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA), Fakultas kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berbentuk kegiatan eksplorasi keanekaragaman hayati , inventarisasi potensi ekowisata , kajian social budaya masyarakat lokal dan pemetaan kawasan karst di kawasan konservasi . kegiatan SURILI memfasilitasi mahasiswa dalam menerapkan ilmu yang didapatkan perkuliahan maupun pedalaman melalui kelompok pemerhati (KP) .kegiatan SURILI telah terlaksana sebanyak 14 kali pada beberapa kawasan kenservasi di Indonesia. Pada tahun 2017 SURILI di laksanakan di Taman Nasional  Kutai ,provinsi Kalimantan Timur  pada tanggal 18 – 31 Agustus 2017. Keberadaan kawasan konservasi memiliki eksistensi untuk menjaga, melindungi, serta menjamiin sumber plasma nutfah. Kegiatan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) 2017 perlu di lakukan  agar Taman Nasional Kutai memiliki data dan informasi terbaru mengenai sumber daya alam sebagai rujukan pengelolaan yang bijak dan perlindungan nilai kawasan , termasuk aspek social dan ekologis . pengambilan data pada tanggal 19 – 30 Agustus 2017 dan dibagi menjadi 3 resort yaitu, Resort Sangkima untuk kajian social ekonomi , Resort Teluk Pandan untuk kajian gua , dan Resort Rantau Pulung untuk kajian ekologi di Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur.

                Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM) yang merupakan salah satu KP ekologi melakukan pengambilan data di Resort Rantau Pulung , Taman Nasional Kutai. Metode yang digunakan dalam penggambilan data adalah metode Transek Garis (line transect), penggunaan prangkap (Trapping), pengamatan cepat (Rapid Assesment) danpengamatan tidak langsung. Data hasil pengamatan selanjutnya di analisis menggunakan metode  deskritif. Pengamatan dilakukan tiga jalur dengan kondisi tutupan lahan dan kondisi topografi yang berbeda. Jalu satu memiliki kondisi semak belukar yang cukup rapat,akan tetap masih dibilang mudah aksesnya. Jalur dua memiliki kerapatan semak belukar yang hampir sama dengan jalur satu tetapi jalur dua mebutuhkan tenaga lebih utuk pembuatan jalurnya. Jalur tiga memiliki tajuk yang cukup tinggi sehingga  lantai hutan tidak banyak ditumbuhi semak belukar.  Hal ini dapat memudahkan dalam pembuatan jalur  sehingga waktu yang digunakan untuk jalur lebih singgkat dibandingkan waktu yang digunakan pada jalur – jaur lainnya. Dari pengamatan yang dilakukan selama 5 hari di Resort Rantau Pulung , ditemukan 11 jenis mamalia, ordo Primata sebanyak 3 jenis, Ordo Rodentia sebanyak 2 jenis , Ordo Chiroptera sebanyak 2 jenis , dan Ordo Carnivora, Scudentia, Artiodactyla masing masing satu jenis dengan jenis mamalia yang paling banyak di temukan selama pengamatan adalah Bajing Kelapa ( Callosciurus Notatus  ). Data hasil pengamatan tidak langsung yang didapat adalah bekas sarang orangutan, jejak tapak kaki kijang, bekas  cakaran beruang madu , dan bekas gemburan babi berjenggot. Satwa yang di jumpai  di Resort Rantau Pulung terdapat 6 jenis yang tercatat dalam PP No.7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di antaranya  orangutan (pongo pygmaeus) , owa Klawat ( Hylobates  Muelleri), Jelarang (Ratufa Affinis), Babi Berjenggot (Sus Barbatus) , Kijang (Muntiacus Muntjak), dan beruang  madu (Helarctos Malayanus). Status konservasi mamalia yang dijumpai pada jalur pengamatan 1,2, dan 3 diketahui  5 jenis berstatus  Least Corcern , 2 jenis berstatus Near Threatened, 2 jenis berstatus Vulnerable, dan berstatus Endangered dan Critically Endangered  masing-masing satu jenis . orangutan, owa klawat, dan beruang madu termasuk dalam Appendix I .




                Inventarisasi  burung yang dilakukan oleh Kelompok Pemerhati Burung (KPB) dilakukan di dua lokasi yaitu Teluk Pandan dan Rantau Pulung . penggambilan data di Resort Teluk Pandan dilakukan dii ekosistem mangrove sedangkan untuk Resort Rantau Pulung dilakukan  di dua ekosistem yang berbeda yaitu ekosistem dataran rendah dan ekosistem riparian. Metode yang digunakan dalam penggamblan data adalah metode daftar jenis MacKinnon , titik hitung , dan rapid assessment . berdasarkan  hasil pengamatan pada dua lokasi yaitu Resort Teluk Pandan dan Resort Rantau Pulung di dapatkan 91 spesies burung dengan komposisi 26 spesies pada ekosistem mangrove dan 71 spesies pada ekosistem hutan dataran rendah dan riparian. Melalui perhitungan dan analisis data didapatkan indeks keanekaragaman pada ekosistem hutan dataran rendah sebesar 2,88 dan indeks keanekaragaman pada ekosistem riparian sebesar 2,67.
                Berdasarkan pengamatan burung yang dilakukan di Taman Nasional Kutai selama 8 Hari diperoleh sebanyak 89 spesies burung. Terdapat 10 spesies burung tergolong mendekati hampir punah, dan 1 spesies temasuk dalam kategori  Vulnerable serta 1 Endangered dalam kategori Red List IUCN.

                Pengamatan binatang melata, amfibi dan reptile (herpetofauna) dilaakukan oleh Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH) di Resort Rantau Pulung , Taman Nasional Kutai dengan menggunakan metode Visual Encounter Survey (VES) dan Line Transect . Hasil inventarisasi keanekaragaman jenis herpetofauna ditemukan sebanyak 21 jenis yang terdiri dari 9 famili dengan rincian sebanyak 6 jenis reptil dan 15 jenis amfibi. Keanekaragaman herpetofauna lebih tinggi pada jalur akuatik. Jenis yang mendominasikan  yaitu Limnonectus Paramacrodon. Kelimpahan relatif  tertinggi pada reptil yaitu jenis  Tropidophorus beccari dan pada amfibi yaitu Limnonectus Paramacrodon. Pada saat pengamatan ditemukan spesies yang masud dalam status Near Threatened pada IUCN red list yaitu Limnonectus Malesianus dan Limnonectus Paramacrodon serta spesies yang masuk dalam Appendix II CITES yaitu biawak air asia Varanus Salvator. 

                Pengambilan data kupu – kupu yang dilakukan oleh Kelompok Pemerhati Kupu – kupu (KPK) dilakukan di tiga  tipe habitat yang berbeda yaitu lahan terbuka, lahan tertutup  dan riparian. Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah metode time search yaitu metode inventarisasi kupu – kupu dengan batasan waktu dan  metode eksplorasi.  Berdasarkan hasil inventarisasi kupu – kupu yang telah dilakukan dengan lokasi pengambilan data kupu – kupu yang terbagi ke dalamtiga tipe habitat yaitu lahan terbuka, lahan tertutup, dan riparian di kawasan Taman Nasional Kutai ditemukan sebanyak 85 jenis kupu –kupu yang terdiri dari lima famili yaitu Hesperidae ( 4 jenis ), Lycaenidae  ( 10 jenis ), Nymphalidae (46 jenis), Papilionidae ( 16 jenis ), dan Pieridae ( 9 jenis ). Keanekaragaman jenis kupu-kupu terendah terdapat di tipe habitat lahan terbuka sedangkan keanekaragaman jenis kupu kupu terendah terdapat pada tipe riparian . kemerataan jenis kupu kupu tertinggi yaitu pada tipe lahan tertutup dan kemerataan jenis kupu- kupu terendah terdapat pada tipe riparian. Dari ketiga tipe habitat menjadi lokasi penggambilan data kupu – kupu , jenis kupu – kupu yang mendominasikan yaitu  Parantica Aspasia dan Chetosia Phantesilea .  jenis kupu – kupu yang di lindungi menurut peraturan pemerintah No 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis Tumbuhan dan Satwa, yaitu Trogonoptera Brookiania , Troides Amphrysus dan Troides Helena.

                Keanekaragaman flora di Taman Nasional Kutai , Kalimantan Timur di lakukan di Resort rantau Pulung dan Resort Sangkima dengan metode analisis vegetasi , eksplorasi dan purposive sampling untuk pengambilan data etnobotani. Keanekaragaman spesies tumbuh di Resort Rantau Pulung adalah sebanyak 96 spesies dari 3 famili. Jumlah anggrek yang di temukan di Resort Rantau Pulung yaitu 5 spesies , 2 dari genus Bulbophyllum dan 3 dari Dendrobium. Sedangkan , keanekaragaman tumbuhan yang di manfaatkan oleh masyarakat sekitar Resort Sangkima berjumlah 27 jenis dari 23 famili dengan jenis paling banyak digunakan oleh masyarakat yaitu Bawang dayak, sedangkan tumbuhan yang berpotensi sebagai tumbuhan obat dari Resort Rantau Pulung sebesar 39 jenis (18 famili) daari 96 jenis pohon.
               
                Dalam pelaksanaan SURILI  di Taman Nasioanal Kutai , Kalimantan Timur . dilakukan pengambilan data potensi gua dan karst oleh Kelompok Pemerhati Gua (KPG). Pengambilan data di lakukan dengan mengguanakan studi literature, wawancara , pengamatan langsung  dan metode pengukuran langsung. Hasil survey yang di lakukan pada 6 gua menunjukan sebanyak 5 gua ( Sarang Hitam, Lubang Angin, Sampek Marta , Sangkima , Busur ) terletak pada zona rehabiltas taman nasional dan hanya gua kelalawar yang terletak pada zona pemanfaatan. Gua kelalawar memiliki tingkat bahaya tertinggi karna memiliki lorong denagn tingkat kemiringan tinggi dan juga terapat aliran air. Gua sarang hitam memiliki tingkat resiko serius karna terdapat tumpukan guano yang dapat membahayakan kesehatan penelusur gua. Gua sangkima memiliki muulut yang berupa pitch seinggi 2 meter sehingga di butuhkan alat pengaman untuk memasukinya , sedangkan Gua Lubang Angin, Sampek Marta, dan Busur memiliki resiko bahaya terendah yaitu terjatuh dengan kemungkinan terjadi dan dampak yang relative kecil. Selain itu , dilakukan penilaian daya tarik fua yang di analisa menggunakan metode Analisa Daerah Operasi dan Daya Tarik Wisata Alam (ADOODTWA). Berdasarkan analisis data dan penilaian Gua Sampek Marta memiliki skor kelayaan tertinggi dan di rekomendasikan untuk dikembangkan menjadi Gua wisata.




                Taman Nasional Kutai sepatutnya dapat dikembangkan menjadi lokasi ekowisata sebagai langkah konservasi keanekaragaman hayati secara lestari dan sarana peningkatan kesejaterahan masyarakat lokal. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara kepada pengelola, observvasi lapang, penyebaran kuisioner kepada pengunjung dan penelusuran dokumen  terkait.dengan lokasi. Metode yang digunakan di BSD untuk menentukan preferensi pengunjung terhadap wisata mangrove adalah wawancara terstruktur kepada pengunjung. Metode yang digunakan di Singkima Jungle Park adalah wawancara kepada pengelola dan pengunjung serta pengamatan lapang. Metode yang digunakan di Prefab adalah wawancara kepada pengelola dan pengamat lapang. Pengunjung di lokasi wisata mangrove lebih menyukai kegiatan bersantai di lokasi wisata. Pengunjung juga mempertimbangkan jarak dan objek wisata yang ditawarkan pada lokasi wisata alam. Berbeda dengan hasil di kawasan wisata mangrove, pengunjung di Sangkima Jungle Park tertarik pada kkegiatan bersantai dan megamati satwa yang ada. Kegiatan wisata yang paling sesuai di Sangkima Jungle Park adalah bersantai dengan skor 14 dari 15 dibandingkan dengan kegiatan outbond (12 dari 15 ) dan berkemah (12 dari 15). Perlu adanya pengelolaan yang tegas dan teratur di kawasan wisata alam Prefab sera perbaikan sarana dan prasarana agi pengunjung.
                 Masyarakat lokal yang di wawancarai adalah masyarakat desa kandolo yang hidup disekitar kawasan Taman Nasional. Masyarakat kandolo awalnya adalah suku bugis sejak tahun 1971 kemdian pendatang yang hadir mulai beragam dari suku jawa dan suku bugis lainnya. Dalam waktu yang cukup lama, interaksi antara suku bugis dan suku jawa membuat tebangunnya rasa saling membanttu dan bergotong royong untuk kepentingan bersama.

Tidak ada komentar:
Write komentar