LAPORAN ILMIAH EKSPEDISI STUDI
KONSERVASI LINGKUNGAN (SURILI) 2017
Studi
konservasi lingkungan ( SURILI ) merupakan kegiatan tahunan Himpunan Mahasiswa
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA), Fakultas kehutanan, Institut
Pertanian Bogor (IPB) yang berbentuk kegiatan eksplorasi keanekaragaman hayati
, inventarisasi potensi ekowisata , kajian social budaya masyarakat lokal dan
pemetaan kawasan karst di kawasan konservasi . kegiatan SURILI memfasilitasi
mahasiswa dalam menerapkan ilmu yang didapatkan perkuliahan maupun pedalaman
melalui kelompok pemerhati (KP) .kegiatan SURILI telah terlaksana sebanyak 14
kali pada beberapa kawasan kenservasi di Indonesia. Pada tahun 2017 SURILI di
laksanakan di Taman Nasional Kutai
,provinsi Kalimantan Timur pada tanggal
18 – 31 Agustus 2017. Keberadaan kawasan konservasi memiliki eksistensi untuk
menjaga, melindungi, serta menjamiin sumber plasma nutfah. Kegiatan Studi
Konservasi Lingkungan (SURILI) 2017 perlu di lakukan agar Taman Nasional Kutai memiliki data dan
informasi terbaru mengenai sumber daya alam sebagai rujukan pengelolaan yang
bijak dan perlindungan nilai kawasan , termasuk aspek social dan ekologis .
pengambilan data pada tanggal 19 – 30 Agustus 2017 dan dibagi menjadi 3 resort
yaitu, Resort Sangkima untuk kajian social ekonomi , Resort Teluk Pandan untuk
kajian gua , dan Resort Rantau Pulung untuk kajian ekologi di Taman Nasional
Kutai, Kalimantan Timur.
Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM)
yang merupakan salah satu KP ekologi melakukan pengambilan data di Resort
Rantau Pulung , Taman Nasional Kutai. Metode yang digunakan dalam penggambilan
data adalah metode Transek Garis (line
transect), penggunaan prangkap (Trapping),
pengamatan cepat (Rapid Assesment)
danpengamatan tidak langsung. Data hasil pengamatan selanjutnya di analisis
menggunakan metode deskritif. Pengamatan
dilakukan tiga jalur dengan kondisi tutupan lahan dan kondisi topografi yang
berbeda. Jalu satu memiliki kondisi semak belukar yang cukup rapat,akan tetap
masih dibilang mudah aksesnya. Jalur dua memiliki kerapatan semak belukar yang
hampir sama dengan jalur satu tetapi jalur dua mebutuhkan tenaga lebih utuk
pembuatan jalurnya. Jalur tiga memiliki tajuk yang cukup tinggi sehingga lantai hutan tidak banyak ditumbuhi semak
belukar. Hal ini dapat memudahkan dalam
pembuatan jalur sehingga waktu yang
digunakan untuk jalur lebih singgkat dibandingkan waktu yang digunakan pada
jalur – jaur lainnya. Dari pengamatan yang dilakukan selama 5 hari di Resort
Rantau Pulung , ditemukan 11 jenis mamalia, ordo Primata sebanyak 3 jenis, Ordo
Rodentia sebanyak 2 jenis , Ordo Chiroptera sebanyak 2 jenis , dan Ordo
Carnivora, Scudentia, Artiodactyla masing masing satu jenis dengan jenis
mamalia yang paling banyak di temukan selama pengamatan adalah Bajing Kelapa ( Callosciurus Notatus ). Data hasil pengamatan tidak langsung
yang didapat adalah bekas sarang orangutan, jejak tapak kaki kijang, bekas cakaran beruang madu , dan bekas gemburan
babi berjenggot. Satwa yang di jumpai di
Resort Rantau Pulung terdapat 6 jenis yang tercatat dalam PP No.7 Tahun 1999
tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di antaranya orangutan (pongo
pygmaeus) , owa Klawat (
Hylobates Muelleri), Jelarang (Ratufa Affinis), Babi Berjenggot (Sus Barbatus) , Kijang (Muntiacus Muntjak), dan beruang madu (Helarctos
Malayanus). Status konservasi mamalia yang dijumpai pada jalur pengamatan
1,2, dan 3 diketahui 5 jenis
berstatus Least Corcern , 2 jenis berstatus Near Threatened, 2 jenis berstatus Vulnerable, dan berstatus Endangered
dan Critically Endangered masing-masing satu jenis . orangutan, owa
klawat, dan beruang madu termasuk dalam Appendix I .
Inventarisasi burung yang dilakukan oleh Kelompok Pemerhati
Burung (KPB) dilakukan di dua lokasi yaitu Teluk Pandan dan Rantau Pulung .
penggambilan data di Resort Teluk Pandan dilakukan dii ekosistem mangrove
sedangkan untuk Resort Rantau Pulung dilakukan
di dua ekosistem yang berbeda yaitu ekosistem dataran rendah dan
ekosistem riparian. Metode yang digunakan dalam penggamblan data adalah metode
daftar jenis MacKinnon , titik hitung , dan rapid
assessment . berdasarkan hasil
pengamatan pada dua lokasi yaitu Resort Teluk Pandan dan Resort Rantau Pulung
di dapatkan 91 spesies burung dengan komposisi 26 spesies pada ekosistem
mangrove dan 71 spesies pada ekosistem hutan dataran rendah dan riparian.
Melalui perhitungan dan analisis data didapatkan indeks keanekaragaman pada
ekosistem hutan dataran rendah sebesar 2,88 dan indeks keanekaragaman pada
ekosistem riparian sebesar 2,67.
Berdasarkan pengamatan burung
yang dilakukan di Taman Nasional Kutai selama 8 Hari diperoleh sebanyak 89
spesies burung. Terdapat 10 spesies burung tergolong mendekati hampir punah,
dan 1 spesies temasuk dalam kategori Vulnerable serta 1 Endangered dalam kategori Red
List IUCN.
Pengamatan binatang melata,
amfibi dan reptile (herpetofauna) dilaakukan oleh Kelompok Pemerhati
Herpetofauna (KPH) di Resort Rantau Pulung , Taman Nasional Kutai dengan
menggunakan metode Visual Encounter
Survey (VES) dan Line Transect . Hasil
inventarisasi keanekaragaman jenis herpetofauna ditemukan sebanyak 21 jenis
yang terdiri dari 9 famili dengan rincian sebanyak 6 jenis reptil dan 15 jenis
amfibi. Keanekaragaman herpetofauna lebih tinggi pada jalur akuatik. Jenis yang
mendominasikan yaitu Limnonectus
Paramacrodon. Kelimpahan relatif
tertinggi pada reptil yaitu jenis
Tropidophorus beccari dan pada
amfibi yaitu Limnonectus Paramacrodon.
Pada saat pengamatan ditemukan spesies yang masud dalam status Near Threatened pada IUCN red list yaitu Limnonectus Malesianus dan Limnonectus
Paramacrodon serta spesies yang masuk dalam Appendix II CITES yaitu biawak
air asia Varanus Salvator.
Pengambilan data kupu – kupu
yang dilakukan oleh Kelompok Pemerhati Kupu – kupu (KPK) dilakukan di tiga tipe habitat yang berbeda yaitu lahan
terbuka, lahan tertutup dan riparian.
Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah metode time search yaitu metode inventarisasi kupu – kupu dengan batasan
waktu dan metode eksplorasi. Berdasarkan hasil inventarisasi kupu – kupu
yang telah dilakukan dengan lokasi pengambilan data kupu – kupu yang terbagi ke
dalamtiga tipe habitat yaitu lahan terbuka, lahan tertutup, dan riparian di
kawasan Taman Nasional Kutai ditemukan sebanyak 85 jenis kupu –kupu yang
terdiri dari lima famili yaitu Hesperidae ( 4 jenis ), Lycaenidae ( 10 jenis ), Nymphalidae (46 jenis),
Papilionidae ( 16 jenis ), dan Pieridae ( 9 jenis ). Keanekaragaman jenis
kupu-kupu terendah terdapat di tipe habitat lahan terbuka sedangkan
keanekaragaman jenis kupu kupu terendah terdapat pada tipe riparian .
kemerataan jenis kupu kupu tertinggi yaitu pada tipe lahan tertutup dan
kemerataan jenis kupu- kupu terendah terdapat pada tipe riparian. Dari ketiga
tipe habitat menjadi lokasi penggambilan data kupu – kupu , jenis kupu – kupu
yang mendominasikan yaitu Parantica Aspasia dan Chetosia Phantesilea . jenis
kupu – kupu yang di lindungi menurut peraturan pemerintah No 7 tahun 1999
tentang pengawetan jenis Tumbuhan dan Satwa, yaitu Trogonoptera Brookiania , Troides Amphrysus dan Troides Helena.
Keanekaragaman
flora di Taman Nasional Kutai , Kalimantan Timur di lakukan di Resort rantau
Pulung dan Resort Sangkima dengan metode analisis vegetasi , eksplorasi dan
purposive sampling untuk pengambilan data etnobotani. Keanekaragaman spesies
tumbuh di Resort Rantau Pulung adalah sebanyak 96 spesies dari 3 famili. Jumlah
anggrek yang di temukan di Resort Rantau Pulung yaitu 5 spesies , 2 dari genus
Bulbophyllum dan 3 dari Dendrobium. Sedangkan , keanekaragaman tumbuhan yang di
manfaatkan oleh masyarakat sekitar Resort Sangkima berjumlah 27 jenis dari 23
famili dengan jenis paling banyak digunakan oleh masyarakat yaitu Bawang dayak,
sedangkan tumbuhan yang berpotensi sebagai tumbuhan obat dari Resort Rantau
Pulung sebesar 39 jenis (18 famili) daari 96 jenis pohon.
Dalam pelaksanaan SURILI di Taman Nasioanal Kutai , Kalimantan Timur .
dilakukan pengambilan data potensi gua dan karst oleh Kelompok Pemerhati Gua
(KPG). Pengambilan data di lakukan dengan mengguanakan studi literature,
wawancara , pengamatan langsung dan
metode pengukuran langsung. Hasil survey yang di lakukan pada 6 gua menunjukan
sebanyak 5 gua ( Sarang Hitam, Lubang Angin, Sampek Marta , Sangkima , Busur )
terletak pada zona rehabiltas taman nasional dan hanya gua kelalawar yang
terletak pada zona pemanfaatan. Gua kelalawar memiliki tingkat bahaya tertinggi
karna memiliki lorong denagn tingkat kemiringan tinggi dan juga terapat aliran
air. Gua sarang hitam memiliki tingkat resiko serius karna terdapat tumpukan
guano yang dapat membahayakan kesehatan penelusur gua. Gua sangkima memiliki
muulut yang berupa pitch seinggi 2
meter sehingga di butuhkan alat pengaman untuk memasukinya , sedangkan Gua
Lubang Angin, Sampek Marta, dan Busur memiliki resiko bahaya terendah yaitu
terjatuh dengan kemungkinan terjadi dan dampak yang relative kecil. Selain itu
, dilakukan penilaian daya tarik fua yang di analisa menggunakan metode Analisa
Daerah Operasi dan Daya Tarik Wisata Alam (ADOODTWA). Berdasarkan analisis data
dan penilaian Gua Sampek Marta memiliki skor kelayaan tertinggi dan di
rekomendasikan untuk dikembangkan menjadi Gua wisata.
Taman Nasional Kutai sepatutnya
dapat dikembangkan menjadi lokasi ekowisata sebagai langkah konservasi
keanekaragaman hayati secara lestari dan sarana peningkatan kesejaterahan
masyarakat lokal. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara kepada
pengelola, observvasi lapang, penyebaran kuisioner kepada pengunjung dan
penelusuran dokumen terkait.dengan
lokasi. Metode yang digunakan di BSD untuk menentukan preferensi pengunjung
terhadap wisata mangrove adalah wawancara terstruktur kepada pengunjung. Metode
yang digunakan di Singkima Jungle Park
adalah wawancara kepada pengelola dan pengunjung serta pengamatan lapang.
Metode yang digunakan di Prefab adalah wawancara kepada pengelola dan pengamat
lapang. Pengunjung di lokasi wisata mangrove lebih menyukai kegiatan bersantai
di lokasi wisata. Pengunjung juga mempertimbangkan jarak dan objek wisata yang
ditawarkan pada lokasi wisata alam. Berbeda dengan hasil di kawasan wisata
mangrove, pengunjung di Sangkima Jungle Park tertarik pada kkegiatan bersantai
dan megamati satwa yang ada. Kegiatan wisata yang paling sesuai di Sangkima
Jungle Park adalah bersantai dengan skor 14 dari 15 dibandingkan dengan
kegiatan outbond (12 dari 15 ) dan berkemah (12 dari 15). Perlu adanya
pengelolaan yang tegas dan teratur di kawasan wisata alam Prefab sera perbaikan
sarana dan prasarana agi pengunjung.
Masyarakat lokal yang di wawancarai adalah
masyarakat desa kandolo yang hidup disekitar kawasan Taman Nasional. Masyarakat
kandolo awalnya adalah suku bugis sejak tahun 1971 kemdian pendatang yang hadir
mulai beragam dari suku jawa dan suku bugis lainnya. Dalam waktu yang cukup
lama, interaksi antara suku bugis dan suku jawa membuat tebangunnya rasa saling
membanttu dan bergotong royong untuk kepentingan bersama.
Tidak ada komentar:
Write komentar